Wacana yang
Membedakan Pemanfaatan Bahasa Indonesia pada Tataran Ilmiah, Semi Ilmiah, dan
Non Ilmiah
Wacana Ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi
penalaran keilmuan, yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan
sistematis-metodis dan sintesis-analitis.
contoh wacana ilmiah : menyusun sebuah kamus
yang benar-benar lengkap sehingga dapat disebut sebagai kamus lengkap memang
sangat berat. selain dibutuhkan pikiran, tenaga, waktu, serta biaya yang
hampir-hampir tidak dapat dibatasi, ada hal lain yang menjadi syarat kelengkapan
itu.
Wacana semi-ilmiah adalah tulisan yang berisi informasi faktual,
yang diungkapkan dengan bahasa semiformal, tetapi tidak sepenuhnya mengikuti
metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering “dibumbui” dengan opini
pengarang yang kadang-kadang subjektif.
KELAPARAN JADI
PERHATIAN SERIUS
Indeks Kelaparan Dunia (GHI) tahun 2008
menunjukkan bahwa kelaparan masih
merupakan
perhatian serius di dunia dan terjadi perkembangan lambat dalam mengurangi
keamanan pangan. Negara yang memiliki nilai GHI tertinggi kebanyakan berada di
wilayah Sub-Saharan Africa dan Asia Selatan. Negara di daftar paling bawah
meliputi Republik Demokrasi Kongo, Eritrea, Burundi, Republik Niger, dan Sierra
Leone. Hal ini merupakan beberapa penemuan yang tertuang dalam “The Challenge
of Hunger 2008: Global Hunger Index” yang dipublikasikan oleh Welthungerhilfe,
International Food Policy Research Institute (IFPRI), dan Concern Worldwide.
Klaus von Grebmer dan rekannya menyimpulkan bahwa pemecahan krisis pangan
tersebut akan memerlukan beberapa inisiatif seperti bantuan pangan lebih bagi
masyarakat miskin, investasi lebih
besar dalam bidang pertanian, dan batasan untuk menenangkan pasar pangan
global.
Wacana Non Ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada aturan
yang baku. Beberapa contoh yang dapat disebut untuk memenuhi kriteria karangan
nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerita pendek, cerita bersambung,
novel, roman, puisi, dan naskah drama.
Contoh wacana non ilmiah : Aku merasa rendah
diri. Aku merasa tak punya kemampuan apapun dari segala bidang. Apa yang bisa
kulakukan? Aku seperti orang tak berguna. Mungkin… telah lama aku kehilangan
rasa percaya diriku, dan aku tak menyadarinya. Bagaimana caraku untuk
mendapatkan rasa percaya diriku kembali? Sebenarnya aku trauma dengan apa? Aku
takut dengan apa? Oh! Aku bingung! Astaghfirullah… Aku seperti menangis sendiri
kesepian di dalam tiap senyumku. Oh… aku benar-benar merasa bagai orang tak
berguna! Aku masih belum bisa mengatasi perasaan minderku sendiri. Bagaimana
ini ya Allah? Sampai di usiaku yang telah menginjak 16 tahun ini aku masih
bingung. Apa keistimewaanku? Aku hanyalah seorang perempuan yang rapuh… dan tak
punya keistimewaan apapun. Astaghfirullahal’adzim… Astaghfirullah…
Astaghfirullah… Kemanakah semangatku yang membara itu pergi? Setiap orang pasti
punya kelebihan dan kekurangan. Aku masih punya banyak kekurangan. Tapi… aku
sangat bangga menjadi orang Islam. Menjadi seorang muslimah… apakah itu dapat
disebut sebagai kelebihan? I don’t know!
* * * Seperti pada hari-hari sebelumnya,
matahari terbit menyinari bumi. Alhamdulillah. Waktu terus berputar tanpa
menghiraukan orang-orang sekitar. Tak terasa waktu pulang sekolah telah
diambang pintu. Kembali aku tersenyum kepada dunia yang telah 16 tahun
‘membesarkanku’. Tak seperti biasanya, hari ini sepulang sekolah aku makan soto
di warung. Ditraktir. Berlanjut ke jalan-jalan menyusuri jalanan kota dengan
naik bus. Bersama ke-6 kawanku, kami menjejakkan kaki ke swalayan ternama di
kota kami. Minum es teh bareng (satu cup es teh buat rame-rame), makan donat
unil bareng, makan rujak bareng. Wah! Subhanallah… memang sangat nikmat ya bila
kita berbagi. Apalagi menghabiskan waktu bersama dengan yeman-teman,
benar-benar terasa seru dan asyik! Sepulangku dari swalayan ternama tersebut,
aku turun di Krapyak setelah naik bus jurusan Mangkang. Kemudian menanti bus
jurusan Pasadena. Oh! So long! Tiba-tiba tanpa kusadari, muncul seorang nenek
yang berjalan dengan tertatih-tatih. Nenek tersebut membawa sejumlah barang
belanjaan di punggungnya. tersentuh hatiku untuk menuntun si nenek. Ketika
kutuntun, nenek tersebut meminta uang Rp 1000,- kepadaku untuk tambahan ongkos
naik becak. Tanpa ragu langsung kuberi Rp 2000,-. Aku kembali menuntunnya
sampai ke pangkalan becak motor. Setelah hampir dekat ke pangkalan becak motor,
nenek tersebut berkata kalau ternyata duitnya masih kurang. langsung kuberi Rp
2000,- lagi. Alhamdulillah aku ada uang untuk diberikan ke nenek tersebut.
Sampai di depan becak motor yang akan dia tumpangi, aku membantu meletakkan
belanjaannya ke atas becak motor tersebut. “Matur nuwun yo, nduk!” ,ucap si
nenek. “Nggih, sami-sami mbah.” jawabku sambil tersenyum. “Dek, ayo naik
sekalian.” ucap Pak pengendara becak motor itu menawariku. “He-eh, nduk. Sekalian
aja.” ucap si nenek juga menawariku. Dan akhirnya aku ikut numpang sekalian.
Karena sewaktu aku menuntun si nenek menuju pangkalan becak motor, ada bus
jurusan Pasadena lewat (bus yang tadi kunanti). Si nenek turun di jembatan
dekat kawasan. “Matur nuwun yo, nduk.” ucapnya sambil tersenyum. “Nggih, mbah.”
jawabku. “Cah iki ter no tekan kono yo! Eh… tulung iki gendongno!” ucap si
nenek menyuruh pak ojek (becak motor) untuk mengantarku, terus si nenek minta
tolong supaya belanjaannya ditaruh di punggungnya. “Makasih ya, Pak!” ucapku
setelah turun dari becak motor. “Ya!” jawab Pak Ojek